Rabu, 19 Oktober 2011

Jarak


S
ebuah pesan singkat (sms) yang masuk ke hp nokia tipe 6100 yang selalu aku gunakan setiap harinya untuk berkomunikasi jarak jauh, aku memegang dan membuka isi sms yang baru masuk itu dan ternyata pesan itu dari pujaan hatiku yang bernama Valencia Purnama Dewi. Dia bertanya kabar aku dan aku pun menjawab baik–baik saja. Ya sudah cukup lama kami tak dapat bertemu karena jarak yang jauh, kami hanya dapat mengandalkan sms, mms, dan telpon yang membuat kami lebih dekat. Rasa rindu kami pun semakin tersiksa dan rasa cemburu pun berdatangan seolah setan-setan membisiki telinga kami serta menyiksa batin dan fikiran kami. Namun kami berdua selalu mencoba untuk sabar dan banyak berdoa agar kami diberi kemudahan hidup dalam merajut tali kasih sayang secara bersama. Seiring bergantinya waktu aku tak dapat melupakan wajahnya yang cantik, putih , dan pesona senyumnya yang membuat hati dan fikiranku tak dapat berhanti melihat foto di atas meja yang telah aku beri bingkaian berwarna coklat, di gambar itu ia sedang tersenyum memandang ke arah foto dan backgroundnya saat ia berada di bandara Soekarno Hatta sebelum berangkat menuju Kalimantan Timur. Selain jarak yang memisahkan kami, ia pun disana telah bekerja sebagai wartawan ternama di Kalimantan Timur dan melanjutkan kuliah di fakultas komunikasi. Kerasnya pekerjaan yang dia lakoni tak dapat membuat dirinya lelah dalam bekerja. Sesekali ia menceritakan kisahnya sebagai wartawan koran saat dirinya pernah terjatuh dari tangga yang tingginya tak kurang dari 1 meter.



Pada saat itu ia sedang mewawancarai Gubernur Kalimantan Timur, entah dari mana itu dapat terjadi yang pastinya aku hanya bisa mendengarkan kisahnya pada saat itu melalui telpon, rasa kasihan dan berbagai pertanyaan aku lontarkan padanya tentang kejadian itu. Dia mengatakan saat wawancara itu terjadi saat dirinya sedang menurunin tangga dengan keadaan yang desak-desakan dengan kameramen dan wartawan lainnya dan saat ia menuruni tangga pun dengan menghadap ke arah Gubernur itu berjalan mundur sambil melihat ke anak tangga dan disaat ia tersenggol kepalanya dengan kameramen dari wartawan televisi, dengan keadaan yang tak seimbang karena pada saat itu dirinya menggunakan sepatu hak tinggi dan kejadian itu pun tak dapat terelakkan, terjatuh diatas tangga dengan keadaan yang luka memar dibagian siku dan lutut membuatnya harus dilarikan kerumah sakit terdekat. Aku disini hanya merasa kasihan dan memberinya semangat kembali agar dia tak terlalu merasakan pedihnya luka yang dia alami. Disaat itu ia juga melihat salah seorang wartawan yang selama ini menjadi musuhnya karena musuhnya ini sangat iri dengan kecantikan Valencia. Kejadian ini membuat orangtua Valencia pun khawatir dengan kondisi fisik dan batinnya.



 Kecantikan, rizki, dan takdir itu datang dari Yang Maha Esa, kita tak dapat mengubah itu namun kita dapat merawat apa yang telah tuhan berikan kepada kita sehingga kita dapat mengerti apa pentingnya rasa syukur. Aku pun bersyukur dapat mempunyai wanita yang cantik dan pintar seperti dia. Tak hanya pandai mewawancara orang namun juga bisa membuat hati setiap orang yang didekatnya menjadi terpesona, wah sudah semacam cerita dongeng ya. Hubungan kami sudah berjalan selama 4 tahun, setiap 2 bulan sekali dia datang ke Jakarta untuk melihat keadaan orang tuanya, dan disaat itulah kesempatan aku untuk bertemu dengannya. Ditempat yang tak jauh dari pusat pemerintahan kota Jakarta yaitu didaerah Jakarta Pusat, disertai udara dingin yang berhembus dimalam hari dan asap polusi dari kendaraan bajaj pun mengiringi pertemuan kami lalu kami pun saling berpelukan dengan rasa cinta dan kasih sayang yang sudah kami bangun bersama. Berhubung perut kami lagi keroncongan ni gak ada salahnya kami menuju ke warung makan di sekitar tempat itu, kami pun memesan makanan yang terkenal dari warung itu adalah ayam goreng dengan sambal ekstra pedas lalu ditambah minumannya yaitu teh dingin, kalau untuk sebutan orang Batam “teh Obeng” minuman yang memiliki rasa namun dengan harga miring. Setelah makan malam aku mengantar Valencia ke rumah orang tuanya dengan mobil bertipe 306 bermerek Peugeot. Sesampai didepan rumah orang tua Valencia, kami saling bertukar bingkisan. Tak sempat aku bekunjung kerumahnya karena dia akan bergegas menuju packing untuk kembali ke Kalimantan. Aku masih penasaran apa isi dari bingkisan itu. Namun bingkisan itu menjadi kenang-kenangan. Aku memperoleh bingkisian dengan pita merah di atasanya dan kotaknya berwarna hitam. Ukurannya sebesar kotak hp BlackBerry Torch. Di bayangan aku isinya pasti hp itu, aku pun memberikan bingkisan kepada dia yang isinya buku dan perlengkapan tulis, tak lupa pula dengan makanan kesukaan dia yaitu Lapis Surabaya.



Aku merahasiakan isi dari bingkisan tersebut karena dia pun tak memberi tahu apa isi dari bingkisan yang ia berikan. Setelah aku mencium keningnya, dia pun turun dari mobil aku dan aku pun pulang menuju rumah karena udah tak sabaran pengen liat apa isi dari bingkisan tersebut. Sesampainya dirumah dengan keadaan yang ngos-ngosan aku menutup pintu dan jendela kamarku. Aku duduk di atas kasur dengan rasa deg-degan. Setelah menarik pita yang berwarna merah itu, aku membuka tutup dari bingkisan tersebut dan ternyata isinya tak lain dan tak bukan hanya sepucuk surat, bunga melati, dan beberapa wangi-wangian karena aku jarang banget pake yang namanya pewangi. Padahal aku udah berharap dapat lebih dari yang aku kasi, tapi pemberian ini sepertinya sudah cukup bagi aku. Karena ini pemberian yang tak pernah bisa aku lupakan dari seorang kekasih, aku menjalani hubungan jarak jauh, ya biasanya orang bilang itu LDR. Sedih di saat ia menuju bandara Soekarno Hatta akankah ia kembali lagi selepas aku tamat dari bangku SMA Negeri didaerah Jakarta Utara. Sesampainya ia di Kalimantan, dia menghubungiku bahwa dirinya disana sampai dengan selamat. Dengan perasaan bahagia dan sedih pun bercampur menjadi satu. Aku hanya terdiam dan termenung apa yang harus aku lakukan.



Dia disana membutuhkan aku karena aku ini seorang laki-laki yang harus dapat menjaga seorang kekasihnya. Kesedihan ini sudah aku rasakan sesekali setiap dirinya memberikan sepucuk surat kepadaku setiap minggunya. Minggu ini tak biasaya ia mengirimkan surat yang sampulnya berwarna kecoklatan dan diberi list berwarna hitam. Aku membuka isi dari amplop itu, namun hati ini terasa berdebar-debar sebelum aku membuka dan membaca sepucuk kertas berwarna putih tersebut. Aku membacanya dan singkat dari inti surat tersebut yang ditulisnya, aku tak dapat membuka hatiku pada lelaki lain, aku ingin menunggu dan menunggumu hingga engkau meraih cita-citamu dan kita akan bertemu kembali dihari dan disaat yang istimewa. Setelah aku lulus dari bangku SMA dan melanjutkan kuliah aku pun selalu mengirimkan surat padanya, setelah 4 bulan aku tak dapat berkomunikasi dengannnya karena hp yang ia gunakan pada saat itu hilang di angkutan umum. Aku mencoba mengirim surat selama berkali-kali namun ia tak pernah membalas surat yang pernah aku kirimkan padanya. Aku mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Saat bertanya pada orang tua Valencia kenapa dirinya tak pernah lagi mengirimkan aku surat, orang tuanya merasa sedih. Mereka menangis dan mengeluarkan air mata. Aku mencoba menenangkan hati mereka dan bertanya kembali apa yang terjadi pada dirinya. Mereka mengatakan bahwa umurnya tak panjang, ia meninggal di saat ia menuju ke tempat ibadahnya. Setelah di ketahui penyebabnya, ternyata ia memiliki penyakit jantung yang telah ia derita dari kecil. Mungkinkah ini yang disebut hari yang istimewa itu . Sungguh perasaan ini membuat aku jatuh sakit dan membuat hati ini terluka. Sesungguhnya tuhan tak akan memberikan cobaan yang tak dapat engkau hadapi tapi ingat bersyukurlah atas apa yang telah engkau dapatkan. Jangan jadikan ujian ini menjadikanmu sesuatu masalah namun jadikan ini sebuah pengalaman bahwa engkau telah memilikinya. Inilah takdir, kita tak pernah tahu kapan nyawa kita akan dicabut.




cerpen karya ivar nabilatul akbar